TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Meski telah masuk dalam Kalender Tahunan Wisata di Kalteng, Tradisi Mandi Safar di SungaiMentaya Sampit sejak adanya Covid-19 hingga kini tak lagi dilaksanakan secara resmi.
Beberapa tahun tidak dilaksanakan secara resmi oleh Pemkab Kotim, Tradisi Mandi Safar saat ini hanya dilaksanakan Warga Sampit yang tinggal di Bantaran Sungai Mentaya.
Ratusan Warga Sampit di Ketapang, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) beramai-ramai melaksanakan Mandi Safar, Rabu (13/09/2023).
Mandi Safar tersebut merupakan tradisi masyarakat yang tinggal di tepi Sungai Mentaya, khususnya umat islam pesisir.
Mandi safar selama ini dilaksanakan pada Hari Rabu terakhir atau yang disebut juga Arba Mustamir di Bulan Safar pada kalender hijriah.
“Menyambut hari rabu terakhir Bulan Safar kami mengadakan mandi safar. Alhamdulillah, kegiatan ini disambut antusias warga, mereka semua mendukung dan kompak,” kata Jumadi, inisiator kegiatan mandi safar di Kelurahan Ketapang.
Pria yang biasa dipanggil Adi ini menjelaskan, tujuan pihaknya menggelar kegiatan tersebut sebagai upaya melestarikan tradisi para pendahulu di Kalimantan, khususnya Kota Sampit.
Menurutnya, diera sekarang banyak tradisi yang terkikis dan tergantikan oleh budaya-budaya dari luar, sehingga pihaknya tak ingin hal tersebut terjadi pada tradisi mandi safar.
“Makanya, kami berharap kegiatan seperti ini bisa dikembangkan lagi, bukan hanya oleh masyarakat di wilayah Ketapang, supaya tidak hilang di masyarakat,” ujarnya.
Tak jauh berbeda disampaikan salah seorang warga bernama Norma Susanti yang mengaku sangat menyayangkan kegiatan mandi safar yang beberapa tahun terakhir tidak lagi digelar oleh pemerintah.
Bermula dari pandemi covid-19 lalu muncul kebijakan untuk menjaga jarak dan tidak membuat kerumunan, sehingga agenda mandi safar dari pemerintah ditiadakan.
Namun, seiring dengan berakhirnya pandemi covid-19 diharapkan kegiatan tersebut kembali dimasukan dalam agenda wisata pemerintah kabupaten (pemkab) Kotim.
“Sudah tidak ada lagi kegiatan mandi safar dari pemerintah seperti dulu, beberapa tahun terakhir ini hanya masyarakat yang menggelar. Kami pengennya mandi safar itu tetap ada, jangan sampai hilang,” ujarnya.
Sementara itu, Adi melanjutkan tujuan lain dari pelaksanaan mandi safar ini adalah untuk tolak bala atau menghindarkan dari bencana.
Melalui mandi atau membersihkan diri dengan harapan seluruh dosa akan luruh mengikuti aliran air dan memperoleh ampunan dari Allah, sehingga kedepannya terhindar dari hal-hal negatif dan bencana.
“Sebelum mandi kita berdoa memohon ampunan dan harapan agar terhindar dari segala bencana, seperti banjir, longsor dan lain-lain. Dan kita tau juga kalau di Kotim saat ini sedang marak terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), jadi harapannya dengan doa orang banyak bencana karhutla di wilayah kita dapat segera berakhir,” pungkasnya.
Tradisi Mandi Safar selama ini masuk dalam Agenda Kalender Wisata tahunan Provinsi Kalteng, namun terhenti akibat Covid-19. Meski tidak masuk agenda wisata Provinsi Kalteng warga tetap melaksanakan tradisi tersebut.
Namun kegiatan Mandi Safar yang dilakukan Warga Sampit tersebut, tidak semeriah saat dilaksanakan peemerintah setempat. (*)
Sumber: https://kalteng.tribunnews.com/2023/09/13/berharap-kembali-digelar-pemerintah-ratusan-warga-sampit-terjun-ke-sungai-mentaya-mandi-safar