Jakarta –
Masih terasa hangat saat pertama kali program registrasi SIM card prabayar lima tahun lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjanjikan keamanan data para pelanggan yang sudah melakukan pendaftaran. Namun apa yang terjadi saat ini?
Awal mula kewajiban ini ditujukan kepada para pelanggan prabayar lama yang belum terdaftar, sehingga dilakukan registrasi ulang dengan diberi batas waktu. Sedangkan untuk pelanggan baru tidak perlu mendaftar, karena sudah diharuskan mendaftar ke nomor 4444.
Sejatinya, kebijakan registrasi SIM card prabayar ini sudah tercetus sejak 2015 tapi pada penerapannya tidak berjalan mulus. Hingga pada 31 Oktober 2017, Kominfo menemukan formula yang tepat, yakni dengan melibatkan verifikasi dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.
Dengan menggandeng Dukcapil, pelanggan seluler diwajibkan mendaftarkan nomornya yang divalidasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK).
Program registrasi ini pun ditetapkan melalui Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi sebagai dasar hukum kebijakan ini. Tetapi, gembar-gembornya dilakukan sejak 2017 sampai pertengahan 2018.
Ketika itu, Kominfo menjanjikan dengan dilakukannya registrasi SIM card prabayar dapat mencegah tindak kejahatan via seluler, seperti penipuan SMS yang isinya undiah berhadiah, penjual online shop fiktif, mama/papa minta pulsa, hoax, dan lainnya.
Bahkan, Kominfo menjamin data-data pelanggan prabayar yang sudah melakukan pendaftaran ini tidak bocor, sebab sudah menerapkan standar internasional ISO 270001, seperti postingan akun Instagram resmi milik Kominfo di bawah ini.
Namun dalam beberapa hari ini, isu dugaan kebocoran data registrasi SIM card prabayar nyaring terdengar setelah akun Bjorka di forum hacker breached.to mengungkapkan memiliki 1,3 miliar data berukuran 87GB yang isinya mencakup NIK, nomor telepon, operator seluler, tanggal registrasi.
Menindaklanjuti dugaan kebocoran data kartu ponsel pelanggan prabayar itu, Kominfo mengatakan sudah melakukan pertemuan degnan pihak terkait, seperti Dukcapil, operator seluler, hingga Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
“Karena kadang-kadang yang namanya hacker juga tidak memberikan data secara lengkap. Itu jadi kita mencari supaya kita tahu data siapa ini yang lain yang bocor, dan bagaimana kita melakukan mitigasi dan pengamanannya,” ujar Dirjen Aptika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan.
Untuk data yang diduga bocor sendiri mengarah kepada semua operator. Itu pun berdasarkan data sampel yang digelontorkan secara cuma-cuma oleh hacker, di mana berjumlah setidaknya 2 juta pendaftar.
“Operator masih harus melihat formatnya bener nggak sih punya dia. Kan nggak tahu apakah ada kesengajaan hacker-nya untuk mengaburkan atau bagaimana kita nggak tahu,” ungkap Semuel.
Menurut pemaparannya, struktur data yang diduga data bocor tidak sama persis setelah dicocokkan. Setidaknya, ada beberapa yang serupa, seperti nomor telepon dan NIK.
“Tapi yang struktur lainnya itu tidak sama, ini yang lagi kita perdalam. Ini di mana, ini datanya siapa dan di mana kebocorannya,” kata Semuel.
Simak Video “Peringatan Kominfo untuk Hacker yang Bocorkan 1,3 Miliar Data“
[Gambas:Video 20detik]
(agt/fay)
Sumber: https://inet.detik.com/law-and-policy/d-6275478/menagih-janji-kominfo-5-tahun-lalu-soal-keamanan-data-registrasi-sim-card