Jakarta, CNBC Indonesia – Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan hasil rekapitulasi suara nasional Pemilu 2024 termasuk pilpres dan pileg pada Rabu (20/3/2024). Di tengah pesta demokrasi kali ini, proses pemilu telah diwarnai oleh berbagai kontroversi yang memicu ketegangan politik.
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, diprediksi sebagai pemenang dengan perolehan suara yang jauh mengungguli lawan-lawannya, yaitu pasangan capres dan cawapres nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan pasangan capres dan cawapres nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Namun, sorotan terhadap kecurangan potensial dalam pemilu ini semakin menguat. Mahkamah Konstitusi (MK), misalnya, memutuskan untuk mengabulkan gugatan terkait pasal yang mengatur syarat usia capres dan cawapres.
Hal ini memungkinkan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, untuk maju dalam Pilpres 2024 meskipun belum memenuhi syarat usia. Selain itu, ada dugaan politisasi bantuan sosial (bansos) yang dilakukan oleh pemerintah menjelang pemungutan suara.
Aksi demonstrasi pun bermunculan di depan kantor KPU dan depan gedung MPR/DPR/DPD dengan massa menuduh adanya kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Pemilu 2024. Di tingkat legislatif, muncul wacana penggunaan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan ini.
Prosedur Gugatan MK
Mengutip dari CNN Indonesia, pengamat politik dari Universitas Andalas, Asrinaldi, menegaskan bahwa meskipun terdapat banyak dugaan kecurangan, hasil rekapitulasi yang diumumkan oleh KPU tetap memiliki legitimasi yang kuat.
Namun, hasil ini dapat digunakan oleh pasangan kandidat yang merasa dirugikan, seperti Anies-Muhaimin atau Ganjar-Mahfud, untuk mengajukan gugatan ke MK. Proses penyelesaian sengketa Pemilu 2024 kemudian bergantung pada keputusan hakim konstitusi.
Menurut Asrinaldi, terdapat dua opsi dalam mengajukan gugatan ke MK, yaitu perselisihan hasil pemilu atau pembatalan hasil pemilu. Namun, mengingat perolehan suara yang signifikan, opsi pertama diyakini sulit untuk ditempuh oleh pihak yang merasa dirugikan.
Oleh karena itu, opsi pembatalan hasil pemilu menjadi pilihan utama, terutama karena adanya dugaan kecurangan TSM yang menguntungkan pihak tertentu.
Namun, para pakar hukum dan aktivis menyoroti pentingnya MK untuk melihat lebih dari sekadar angka-angka hasil pemilu. Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menekankan bahwa MK harus memastikan bahwa proses pemilu berjalan adil dan jujur, sesuai dengan tugasnya untuk menjaga konstitusi.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah ‘Castro’ menambahkan bahwa MK perlu mengambil pendekatan aktivisme yudisial, mempertimbangkan proses pemilu dari hulu ke hilir, serta memastikan tidak adanya intervensi dalam proses persidangan.
Sejarah sengketa pemilu sejak tahun 2004 menunjukkan MK menjadi tempat pertarungan pascapenetapan hasil pemilu.Proses gugatan pemilu ke MK memiliki persyaratan yang ketat, termasuk pengajuan maksimal tiga hari setelah pengumuman hasil oleh KPU dan menguraikan data hasil penghitungan suara serta permintaan pembatalan hasil.
Namun, hingga saat ini, seluruh sengketa hasil pemilu yang diajukan telah ditolak oleh MK. Sebaliknya, dalam persengketaan hasil pilkada, MK telah beberapa kali menyetujui permohonan yang diajukan oleh calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2018.
Kisruh pemilu yang terjadi sepanjang 2004-2024 menunjukkan proses pentingnya demokrasi yang transparan dan akuntabel serta peran MK sebagai pengawal konstitusi dalam memastikan integritas pemilu dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mza/mza)
[Gambas:Video CNBC]
Berita ini bersumber dari www.cnbcindonesia.com dengan judul “Dugaan Kecurangan Pemilu 2024 dan Opsi Gugatan ke Mahkamah Konstitusi” yang diagregasikan via Google News.