Maka dengan begitu, kata Abadi dirinya menduga PT MJSP ini sudah selayaknya di duga melanggar UU kehutanan dan UU Perkebunan karena telah menebang pohon tanpa izin di areal hutan produksi tetap untuk di tanami kelapa sawit
Sebelumnya dalam forum RDP DPRD Kotim , Pemkab Kotim menjelaskan, PT MJSP memulai penjajakan usahanya sekitar tahun 2005.
Saat itu, lanjutnya, perusahaan mendapatkan izin lokasi di Bagendang Tengah dengan luasan 7.400 hektare. Kemudian, pada 1 Oktober 2013, perusahaan melakukan pembaharuan izin lokasi. Lahan tersebut berkurang menjadi 5.893 hektare.
Pada 16 Desember 2016, di dalam izin lokasi PT MJSP, terbit Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR) seluas 3.000 hektare. Selanjutnya, 1 Febuari 2019 izin lokasi direvisi kembali dari 5.800 hektare, menyusut menjadi 2.384 hektare.
Hingga akhirnya pada 15 Januari 2020, terbit Izin Usaha Perkebunan (IUP) melalui perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS).
Baca berita selengkapnya di Borneo News.