JAKARTA, INAKORAN
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Seruyan mengutuk keras represifitas dan dugaan extra-judicial killing terhadap Masyarakat Adat yang dilakukan oleh Anggota Kepolisian Polres Kotawaringin Timur dan Polda Kalimantan Tengah.
Pada hari Sabtu, 7 Oktober 2023, aparat kepolisian kembali menunjukan tindakan brutal dan eksesif kepada masyarakat adat yang memperjuangkan haknya. Kali ini seorang masyarakat adat harus kehilangan nyawa akibat tertembak peluru tajam. Kasus ini pun kembali menegaskan bahwa Kepolisian merupakan ‘alat’ pelindung korporasi di ribuan konflik agraria.
Diketahui bahwa kejadian tragis ini bermula ketika kepolisian sedang melakukan pengamanan dalam aksi demonstrasi yang dilakukan oleh warga dari Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Akibat tindakan brutalitas ini, menyebabkan 1 orang warga meninggal dunia, 1 orang mengalami luka tembak, dan 20 orang lainnya ditangkap oleh Polres Kotawaringin Timur.
Represifitas aparat keamanan kali ini merupakan dampak dari tidak terselesaikannya konflik agraria di lapangan. Pemerintah pusat dan daerah merupakan yang paling bertanggungjawab atas konflik tersebut. Selain itu konflik ini tidak sebatas masalah tidak adanya pembangunan kebun masyarakat atau plasma. Namun telah disebabkan oleh ragam keputusan pemerintah seperti:
Pertama, Surat Keputusan (SK) No.500/48/Ek/2004 perihal izin lokasi seluas 14.000 hektar yang ditandatangani oleh Bupati Seruyan untuk PT. HMBP.
Kedua, Surat Keputusan Menteri Kehutanan No:189/Kpts-II/2000 perihal pelepasan kawasan hutan untuk PT. HMBP seluas 10.092 hektar.
Ketiga, Surat Keputusan Menteri Agraria No. 24/HGU/BPN/2006 perihal persetujuan penerbitan HGU seluas 6.701 hektar kepada PT. HMBP yang akan berakhir pada 2041.
Sumber: inakoran.com