JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah menelusuri dugaan kebocoran 1,3 miliar data pendaftaran kartu SIM. Miliaran data ini diduga dijual di pasar gelap.
“Ditjen Aptika Kominfo sudah menyiapkan untuk menelusuri di mana potensi kebocoran itu ada. Dan, apa betul kebocoran itu relevan dengan data terkini. Itu akan diperiksa semuanya,” kata Menteri Kominfo Johnny G. Plate usai konferensi di Forum Digital Economy Working Group (DEWG) Presidensi G20 Indonesia, di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (3/9/2022).
Menurut Johnny, jika ditemukan potensi kebocoran data pendaftaran kartu SIM, Kominfo akan melakukan audit teknologi security atau enkripsi di Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Namun, dia menyebut proses penelusuran membutuhkan waktu. “Iya tergantung masalahnya, teknologi tidak bisa gampang-gampang saja, dan sedang berjalan,” ucapnya.
Dia kemudian menyinggung soal Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP yang kerap digunakan untuk melakukan registrasi SIM Card baru. Menurutnya, tak jarang masyarakat tidak menjaga kerahasiaan NIK masing-masing.
“Sekarang untuk menerbitkan SIM card itu sudah ada aturannya harus ada KTP dan NIK. Yang jadi soal di Indonesia ini, NIK yang sama bisa mempunyai SIM Card yang banyak yang mana itu oke juga kalau punya sendiri. Kalau dipakai orang yang lain, karena kita tidak menjaga NIK-nya pihak ketiga bisa mendapatkan NIK kita dan atas dasar NIK dia menerbitkan SIM Card lalu SIM card itu tidak jelas siapa yang punya, siapa yang pakai,” ujarnya.
“Hal-hal seperti ini dan disiplin ini kita jaga juga yang ujungnya adalah data bocor. Begitu data bocor, mulai saling salah-salahkan tidak boleh hanya salah-salahkan, tapi harus dicari penyebabnya,” lanjutnya.
Johnny mengatakan, hingga saat ini belum diketahui berapa banyak data SIM Card yang bocor sebab sedang dilakukan audit. Selain itu, pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat agar menjaga betul data privasi.
“Saya minta, kita jaga betul privasi data pribadi melalui NIK kita. Jangan sampai kita gunakan tidak dibawa kontrol kita. Jadi, diberikan NIK itu hanya untuk hal-hal yang betul dipercaya dan dibutuhkan, sehingga harus ada tanggung jawab kita kepada NIK sendiri,” ujarnya.
“Kedua, kita punya platform-platform digital dan semua di perangkat kita harus kita ganti passwordnya, sehingga kita bisa jaga agar tidak bisa diterobos. Kalau kita tidak menjaganya dan ada kebocoran karena kelalaian kita ini jadi soal yang besar karena data ini begitu pentingnya,” ujarnya.
Seperti diketahui, miliaran data pendaftaran kartu SIM diduga bocor dan dijual di forum gelap. Data itu diklaim diperoleh dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. “1,3 Miliar data pendaftaran kartu SIM telepon Indonesia bocor!,” ungkap akun @SRifqi, sambil menyertakan tangkapan layar akun Bjorka yang menjual data bocoran itu, Kamis (1/9/2022).
“Data pendaftaran meliputi NIK, nomor telepon, nama penyedia (provider), dan tanggal pendaftaran. Penjual menyatakan bahwa data ini didapatkan dari Kominfo RI,” lanjutnya.
Diketahui, Kominfo mewajibkan semua pengguna kartu SIM prabayar untuk mendaftarkan nomor teleponnya sejak Oktober 2017. Syaratnya adalah memberikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK).
Dalam screenshot itu, Bjorka mengklaim memiliki 1,3 miliar data registrasi kartu SIM dengan kapasitas 87 GB. Ia membanderolnya dengan harga US$50 ribu (Rp743,5 juta). Bjorka menyertakan sampel data sebanyak 2GB. Sebelum kasus ini, Bjorka juga sempat membocorkan data diduga 26 juta pelanggan IndiHome.***
Sumber: https://www.gonews.co/berita/baca/2022/09/03/menkominfo-telusuri-dugaan-kebocoran-13-miliar-data-sim-card