PALANGKA RAYA-Kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih menyelimuti sejumlah wilayah di Kalteng. Lebih dari dua pekan terakhir, masyarakat di beberapa daerah seperti Palangka Raya dan Kotawaringin Timur (Kotim) menghirup udara yang tidak sehat. Kualitas udara kian buruk seiring meningkatnya kejadian karhutla.
Pemkab Kotim memutuskan memperpanjang status tanggap darurat karhutla hingga 16 Oktober 2023, karena kebakaran masih marak dan berpotensi terjadi hingga beberapa waktu ke depan. Apalagi selama bulan Oktober ini, terpantau ada 262 titik panas yang konsentrasi dominannya bergeser ke wilayah Sampit, dengan sebaran terbanyak di Kecamatan Baamang dan Mentawa Baru Ketapang.
“Berdasarkan data, hotspot atau titik panas dominan di wilayah Kota Sampit, terbanyak di Kecamatan Baamang dan Mentawa Baru Ketapang,” ucap Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kotim Multazam, Rabu (4/10).
Dikatakannya, sejauh ini upaya pemadaman mengandalkan metode pengeboman air menggunakan helikopter water bombing milik BNPB. Sementara untuk pemadaman darat dilakukan dengan menyeimbangkan personel dan peralatan yang ada. Pemadaman pada malam tidak bisa maksimal lagi, karena jarak pandang terbatas akibat tebalnya asap, tingkat kelelahan tinggi, dan risiko serangan binatang berbahaya. Kendala lain yang dihadapi yakni rusaknya beberapa mesin pompa air.
“Tim gabungan terus berupaya mengerahkan semua potensi yang ada untuk menanggulangi bencana karhutla, kami harus waspada karena bahan bakaran masih banyak dan gambut makin kering. Beberapa hari terakhir pemadaman dilakukan di Jalan MT Haryono Barat dan Jalan Tjilik Riwut Km 8. Pemadaman tiga hari berturut-turut, bahkan dibantu water bombing,” ungkap Multazam.
Terpisah, Personal In Charge (PIC) Air Quality Monitoring System (AQMS) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kotim Budi Suryono mengatakan, tingginya jumlah kejadian karhutla berdampak pada kualitas udara. Berdasarkan indeks standar pencemaran udara (ISPU), tingkat pencemaran udara di Kotim sudah masuk kategori sangat tidak sehat, bahkan berbahaya.
Tingkat pencemaran udara yang tinggi di Kotim, berdasarkan data ISPU, biasanya terjadi saat suhu udara turun. Angkanya melonjak pada pagi hari. Namun, menurut perhitungan ISPU per jam, angka tersebut akan berangsur menurun saat siang hari. Sangat dipengaruhi oleh angin, suhu, dan kelembaban udara. Peningkatan polusi udara tidak bisa diperkirakan. Kadang naik, kadang turun. Bergantung pada tingkat pencemaran udara dan aspek lain yang dapat memengaruhi.
Partikel debu dari karhutla yang terbawa angin juga dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Ukurannya pun beragam. Makin besar ukuran partikel, maka akan makin meningkat risiko terjadinya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Hal itu dapat dilihat dari particulate matter (PM) yang tertera dalam diagram ISPU.
“Makin besar partikel, makin berbahaya. Misalnya dalam diagram ISPU tertera PM2,5. Artinya ukuran parikelnya itu 2,5 mikrometer. Makin besar angka, maka makin besar kemungkinan (partikel debu, red) untung terjebak dan mengendap di paru-paru, lalu terjadilah ISPA,” terang Budi.
Budi menambahkan, polusi udara yang melanda Kotim saat ini dapat hilang secara alami dengan turunnya hujan yang berintensitas lebat dalam waktu yang cukup lama dan merata. Seiring itu, partikel debu yang beterbangan di udara pun bisa hilang dengan turunnya hujan.
“Cara alami untuk menghilangkan pencemaran udara adalah dengan turunnya hujan, karena karhutla akan padam dan partikel debu pun hilang. Dengan catatan, hujannya harus berintensitas lebat dan dalam waktu yang lama,” ujar Budi.
Menurutnya, jika hujan berintensitas sedang hingga lebat mengguyur Kotim dalam beberapa hari, maka otomatis akan berdampak baik terhadap kualitas udara. Namun jika hujan turun hanya dalam waktu sehari, lalu disusul dengan cuaca panas, maka hanya akan memperbaiki kualitas udara sementara waktu.
“Hujannya harus lebat dalam beberapa hari. Kita lihat beberapa waktu lalu hujan lebat satu hari, udara kita memang membaik selama dua sampai tiga hari. Namun setelah panas terik kembali, pencemaran udara perlahan meningkat,” jelasnya.
“Kami sudah mengimbau masyarakat untuk selalu memakai masker dan meminimalkan aktivitas di luar ruangan. Kami juga sudah memasang data kualitas udara pada videotron yang terpasang depan Kantor Setda Kotim. Itu ditayangngkan pagi dan sore hari, supaya masyarakat bisa tahu kualitas udara hari itu,” tambah Budi.
Kualitas udara yang buruk juga berdampak buruk terhadap hewan dan tumbuhan. Polutan udara yang terbawa angin membahayakan pernapasan hewan.
“Kalau kualitas udara berbahaya, kandungan per meter kubik ada polutan udara berukuran lumayan besar. Kalau makin sering dihirup, itu akan terjebak di paru-paru. Inilah yang berbahaya,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng H Edy Pratowo mengatakan, Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng sudah mengajukan surat ke Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran terkait penetapan status tanggap darurat karhutla tingkat provinsi.
“Tadi malam sudah dibicarakan juga, nanti kami akan mengadakan rapat untuk menetapkan status tanggap darurat,” beber Edy kepada wartawan saat menghadiri kegiatan di Hotel Bahalap, Palangka Raya, Rabu pagi (4/10).
Pemprov berkeinginan agar kegiatan operasional penanggulangan karhutla didukung oleh jumlah anggaran yang memadai dari dana Belanja Tak Terduga (BTT). Sementara, untuk bisa menggunakan dana BTT itu, harus terlebih dahulu menetapkan status tanggap darurat bencana karhutla.
“Anggaran yang ada pada dana BTT untuk penanganan karhutla sebesar Rp83 miliar. Kalau itu bisa digunakan, maka penanganan karhutla bisa lebih maksimal,” tuturnya.
Selama ini Pemprov Kalteng belum menetapkan status tanggap darurat bencana karhutla karena syarat untuk menetapkan status bencana level tinggi itu belum terpenuhi. Minimal ada dua daerah atau kabupaten/kota yang sudah menetapkan status tanggap darurat.
Selain itu, lanjut Edy, syarat penetapan status itu tak hanya dilihat dari jumlah daerah yang sudah menetapkan status tanggap, tetapi juga visibilitas lingkungan dari kabut asap, kondisi karhutla, dan berbagai variabel lainnya.
“Jadi semuanya diperhitungkan, termasuk mempertimbangkan laporan BMKG dan lain sebagainya. Itulah mengapa penetapan status tanggap darurat tidak asal-asalan,” jelasnya.
Puncak Hujan Diperkirakan Terjadi Desember Kepala Stasiun Meteorologi Kelas I Tjilik Riwut Catur Winarti menjelaskan, tim modifikasi cuaca sudah menebar garam pada awan-awan yang berpotensi menjadi hujan. Namun pada musim kemarau seperti saat ini, embusan angin relatif kencang, sehingga bisa saja mengurai awan yang berpotensi hujan itu.
“Di wilayah Kalteng, musim hujan diprediksi terjadi bulan Oktober dasarian II hingga November, meskipun potensinya masih kecil,” kata Catur kepada Kalteng Pos, Rabu (4/10).
Lebih lanjut dikatakanya, diperkirakan cuaca yang berpotensi hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai petir, kilat, dan angin kencang yakni pada tanggal 4-6 Oktober, mencakup wilayah Seruyan bagian utara, Katingan bagian utara, Lamandau, Kotawaringin Barat dan Sukamara. Sedangkan tanggal 7-10 Oktober, wilayah yang diperkirakan berpotensi turun hujan yakni Lamandau, Seruyan bagian utara, Kotawaringin Timur bagian utara, Palangka Raya bagian utara, Katingan, Kapuas bagian utara, Gunung Mas, Murung Raya, dan Barito Utara.
Menurutnya, pada Oktober ini Kalteng masih dalam musim kemarau. Hujan pada musim kemarau seperti ini diprediksi kurang lebih di bawah 50 mm/bulan. Sementara musim hujan akan dimulai pada bulan November dasarian II atau kurang lebih sebulan lagi. Hampir seluruh wilayah Kalteng akan memasuki musim hujan saat itu. Sedangkan puncak hujan diperkirakan terjadi Desember hingga Januari atau awal tahun depan.
“Kita sama-sama berdoa saja, mudah-mudahan turun hujan dalam satu atau dua hari nanti, karena teman-teman sudah pada sorti juga,” ucapnya.
Saat ini, Pemprov Kalteng bekerja sama dengan pihak terkait, menerapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC) di daerah-daerah yang terjadi karhutla dan daerah-daerah yang mengalami kekeringan, dengan tujuan untuk memanen hujan lebih cepat. Dengan metode TMC, hujan akan dipanen untuk pembasahan lahan yang terbakar ataupun untuk penyimpanan air. Sehingga hujan yang terjadi nanti diharapkan dapat memudahkan petugas dalam proses pemadaman karhutla. (ko)
Sumber: kaltengonline.com