Oleh: Andi Murni
Konsultan Pajak
Rencana pemerintah menyatukan nomor induk kependudukan (NIK) dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP) resmi diberlakukan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112 Tahun 2022 tanggal 14 Juli 2022. Peraturan itu sejalan dengan UU Harmonisasi Perpajakan atau UU 7/2021, yang salah satu isinya NIK akan diintegrasikan dengan NPWP.
NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai warga negara Indonesia. NIK berlaku seumur hidup dan selamanya. Diberikan pemerintah dan diterbitkan instansi pelaksana kepada setiap warga setelah dilakukan pencatatan biodata. NIK pertama kali diperkenalkan Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan ketika institusi pemerintah ini menerapkan sistem KTP nasional yang terkomputerisasi.
NIK terdiri dari 16 digit. Kode penyusunnya terdiri dari dua digit awal merupakan kode provinsi. Lalu dua digit setelahnya merupakan kode kota/kabupaten, kemudian dua digit berikutnya kode kecamatan. Dilanjutkan enam digit tanggal lahir dalam format HH-BB-TT (hari-bulan-tahun), yang untuk wanita tanggal ditambah 40. Serta empat digit terakhir merupakan nomor urut yang dimulai dari 0001.
Sebagai contoh, seorang perempuan lahir di Kota Bandung, 17 September 1990. Maka NIK-nya adalah: 10 50 24 570990 0001. Apabila ada orang lain (perempuan) dengan domisili dan tanggal lahir yang sama mendaftar, maka NIK-nya adalah 10 50 24 570990 0002. Apabila ada orang lain (laki-laki) dengan domisili dan tanggal lahir yang sama mendaftar, maka NIK-nya adalah 10 50 24 170990 0001.
NIK dicantumkan dalam setiap dokumen kependudukan dan dijadikan dasar penerbitan KTP, paspor, surat izin mengemudi, nomor pokok wajib pajak, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah, dan dokumen identitas lainnya.
Sedangkan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk memperoleh NPWP, wajib pajak mesti mendaftarkan diri pada KPP, atau KP4/KP2KP, dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi yang diperlukan. Atau dapat pula mendaftarkan diri secara online melalui e-registration.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112 Tahun 2022, diberlakukan tiga format baru NPWP. Yang pertama, wajib pajak orang pribadi, yakni masyarakat yang merupakan warga negara Indonesia dan orang asing yang tinggal di Indonesia. Yang kedua, wajib pajak badan. Pemilik NPWP wajib pajak badan dan wajib pajak instansi pemerintah, juga warga negara asing (WNA) turut menggunakan NPWP dengan format 16 digit. Yang ketiga, wajib pajak cabang. Wajib pajak ini akan menggunakan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).
Kapan format baru ini akan berlaku? Untuk wajib pajak orang pribadi sebelum 14 Juli 2022 berupa NPWP. Pada rentang 14 Juli 2022 hingga 31 Desember 2023 berupa NIK atau NPWP. Dan pada 1 Januari 2024 berupa NIK.
Untuk wajib pajak badan, sebelum 14 Juli 2022 berupa NPWP Badan 15 digit. Pada rentang 14 Juli 2022 hingga 31 Desember 2023 berupa NPWP Badan 16 digit (0 ditambah 15 digit NPWP). Dan pada 1 Januari 2024 berupa NPWP 16 digit.
Kemudian untuk wajib pajak cabang, sebelum 14 Juli 2022 berupa NPWP Cabang 15 digit dengan perbedaan angka belakang sesuai urutan cabang. Angka 1 di akhir NPWP untuk cabang pertama, dan seterusnya. Pada rentang 14 Juli 2022 hingga 31 Desember 2023 berupa NPWP Cabang. Dan pada 1 Januari 2024 berupa nomor identitas tempat kegiatan usaha (NITKU).
Format baru ini akan efektif digunakan secara serentak pada 1 Januari 2024. Baik seluruh layanan DJP maupun kepentingan administrasi pihak lain yang mewajibkan NPWP sebagai persyaratannya, format baru NPWP sudah mulai berlaku, namun format lama masih bisa digunakan hingga akhir Desember 2023.
Secara teknis, wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk dan telah memiliki NPWP, NIK-nya sudah berfungsi sebagai NPWP format baru. Dengan tergabungnya NIK dengan NPWP lebih memudahkan mengetahui apakah seseorang telah memenuhi kewajiban perpajakannya.
Alasan utama menyatukan data NIK dan NPWP ini adalah untuk mempermudah DJP memantau masyarakat yang masuk sebagai wajib pajak. Ini juga akan meningkatkan rasio pajak Indonesia.
Semua masyarakat bekerja saat ini memiliki NIK yang tertera di KTP-nya. Dengan penyatuan ini, maka DJP mudah menelusuri data masyarakat tersebut apakah ia masuk sebagai wajib pajak atau tidak. Jika masyarakat memiliki penghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP) maka tidak perlu khawatir akan ditarik pajaknya.
NPWP itu nomor identitas, sarana identifikasi sebenarnya. Batasan PTKP sudah ditentukan sebesar Rp 4.500.000, sehingga penghasilan di bawah angka tersebut tidak dikenakan pajak.
Masyarakat tidaklah perlu gusar dengan penyatuan NIK dengan NPWP ini. Sebab, penghasilan yang tidak termasuk pengenaan pajak tidak akan dikenakan. Lain halnya jika memiliki penghasilan yang besar dan harta kekayaan yang banyak tapi enggan melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Pajak dipungut ke masyarakat yang penghasilan di atas PTKP per bulannya. Pajak diperuntukkan bagi pembangunan negeri ini. Hendaklah kita turut berpartisipasi dalam pembangunan, salah satunya dengan membayar pajak yang menjadi kewajiban. Dan membayar pajak tepat waktu yang sudah ditentukan. (dwi/k8)
Sumber: https://kaltim.prokal.co/read/news/407600-single-identification-number-integrasi-nik-dengan-npwp.html