JAKARTA –Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, mengaku berupaya meningkatkan penggunaan bahasa Dayak, khususnya di kalangan remaja. Upaya ini dilakukan untuk menjaga kelestarian bahasa daerah.
“Penggunaan bahasa Dayak akan mendorong munculnya karakter daerah untuk mengangkat kebhinnekaan secara nasional. Perlu dukungan kita semua untuk mewujudkan itu,” kata Sekretaris Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur Fajrurrahman di Sampit, Rabu (19/10).
Menurutnya, dinas dan instansi pemerintah daerah terkait mesti berinovasi untuk meningkatkan penggunaan bahasa Dayak. Menurutnya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pendidikan, serta Dinas Pemuda dan Olahraga bisa bersinergi untuk merancang strategi dan program pelestarian bahasa Dayak.
“Perlu upaya-upaya dan inovasi dalam hal ini. Semua perlu terlibat agar unsur kedaerahan atau budaya lokal kita muncul sebagai bagian dari kebhinnekaan bangsa ini,” tuturnya.
Dia menyatakan, upaya-upaya untuk menumbuhkan kecintaan generasi muda pada bahasa Dayak mesti dijalankan supaya bahasa daerah bisa terus lestari. Penurunan pengguna bahasa daerah, menurut dia, harus dihadapi dengan upaya-upaya nyata untuk mendorong generasi muda menggunakan dan mencintai bahasa daerah.
Upaya untuk mendorong penggunaan bahasa Dayak pada remaja, menurut dia, antara lain bisa dilakukan dengan menyelenggarakan lomba-lomba kebahasaan, seperti lomba pidato dalam bahasa Dayak.
“Bisa saja digelar lomba pidato, puisi, dan bercerita menggunakan bahasa Dayak,” katanya.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kotawaringin Timur Wim RK Benung mengatakan, dinas siap bekerja sama dengan instansi terkait lain untuk menjalankan langkah-langkah terobosan guna melestarikan bahasa Dayak.
“Itu sangat bagus. Kami akan menindaklanjuti itu bekerja sama dengan dinas terkait lainnya. Salah satunya, nanti akan kita coba memulai dengan lomba pidato menggunakan bahasa Dayak. Kami yakin ini akan disambut baik,” ucap Wim RK Benung.
Data dari Kemendikbudristek menyebutkan, Indonesia memiliki 718 bahasa. Dari jumlah ini, terdapat 25 bahasa yang terancam punah, 6 bahasa dinyatakan kritis, dan 11 bahasa telah punah.
Bahasa daerah yang disinyalir terancam punah diantaranya beberapa bahasa daerah di Kaltim, karena Kaltim selain memiliki beberapa suku, juga ada sejumlah subsuku yang bahasanya berbeda meski ada kemiripan.
Sekadar mengingatkan, berdasarkan pemetaan Balai Bahasa Provinsi Kalteng tahun 2006 silam, sedikitnya ada 22 bahasa daerah yang digunakan masyarakat di Kalimantan Tengah. Pemetaan sendiri dilakukan di daerah perbatasan maupun daerah pelosok yang sulit dijangkau.
Dari 22 bahasa daerah Kalteng tersebut, menurut dia, sebagian besar mencapai 55% merupakan bahasa Dayak Ngaju, sehingga bahasa Dayak Ngaju akan diusulkan sebagai bahasa daerah Kalteng. Sedangkan sisanya merupakan bahasa Dayak Maanyan, Bakumpai, Banjar dan lainnya.
Balai bahasa sendiri saat itu memastikan, dalam melakukan penelitian bahasa daerah di Kalteng, berbagai aspek kebahasaan telah diteliti. Baik berkenaan dengan masalah pengajarannya maupun komponen kebahasaannya seperti fonologi, morfologi, sintaksis, sosiolinguistik, semantik, dan wacana.
Sejatinya sejumlah regulasi sudah hadir untuk menjawab upaya pelestarian bahasa daerah. Antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, serta Pelindungan Bahasa dan Sastra. Kemudian UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Permendagri Nomor 40 tahun 2017, tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pengembangan dan Pelestarian Bahasa Negara dan Bahasa Daerah.
Bahasa Sampit
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah Dadang Siswanto juga menyuarakan dan mendorong pemerintah untuk lebih serius melestarikan bahasa Sampit yang merupakan bahasa ibu di daerah setempat agar tidak terancam punah.
“Saat ini pengguna atau penutur bahasa daerah Sampit semakin berkurang. Kalau tidak dilakukan upaya-upaya pelestarian, saya khawatir akan punah,” katanya di Sampit, beberapa waktu laluu.
Untuk diketahui, bahasa Sampit dituturkan umumnya oleh masyarakat yang tinggal di Kecamatan Seranau, Mentawa Baru Ketapang, Baamang, Kotabesi, Mentaya Hilir Utara dan Cempaga. Isolek Sampit merupakan sebuah bahasa, karena memiliki persentase perbedaan antara 81%—100%jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah, misalnya dengan bahasa Tamuan, bahasa Banjar, bahasa Mentaya, dan dengan bahasa Dayak Ngaju.
Sejauh ini berbagai kegiatan yang bertujuan untuk pelestarian bahasa Sampit sudah digagas sejumlah pihak seperti mahasiswa, budayawan maupun instansi pemerintah. Seperti pada tahun 2018 digelar lomba puisi dan pidato berbahasa Sampit untuk kalangan pelajar dan mahasiswa.
Sekelompok mahasiswa dari STKIP Muhammadiyah Sampit, juga melakukan kegiatan konservasi bahasa Sampit dimulai dengan membentuk Barisan Penutur Muda Bahasa Sampit. Selanjutnya pada 2019, menerbitkan dua buku berjudul “Kata Milenial Tentang Bahasa Sampit” dan “Bakesah:Uluh Tabela Manokep Bahasa Sampit” dan seminar ilmiah hasil penelitian Bahasa Sampit
Untuk menghasilkan karya itu, dilakukan penelitian selama tiga bulan dan dilanjutkan penyusunan buku selama dua bulan. Penyusunan buku melibatkan 22 penulis, sedangkan penyusunan hasil penelitian dilakukan oleh empat orang.
Dadang yang merupakan pegiat dan juga salah satu penutur bahasa Sampit mengaku bangga dengan upaya generasi milenial daerah ini melestarikan bahasa daerah. Ia berharap upaya-upaya itu dilakukan berkelanjutan sehingga makin banyak masyarakat yang kembali menggunakan bahasa Sampit sebagai bahasa sehari-hari.
“Di era sekarang ini, generasi milenial bisa lebih leluasa dalam melestarikan bahasa Sampit dengan memanfaatkan teknologi dan mengembangkan komunitas. Yang terpenting, generasi muda sendiri harus mulai menggunakannya untuk percakapan sehari-hari,” kata Dadang.
Sumber: https://www.validnews.id/kultura/kotim-genjot-penggunaan-bahasa-dayak-di-kalangan-remaja