SAMPIT – Berdasarkan kesaksian dari sejumlah warga yang melaporkan ke Kepala Desa Pelangsian, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Ismail, bahwa kejadian serangan buaya tersebut hampir tidak diketahui. Pasalnya hanya terdengar seperti benda berat yang jatuh ke air, tak disangka ternyata nenek Bahriah (74) telah diterkam buaya dan jatuh kedalam air sungai mentaya.
“Tetangga Masran alias Aran di depan rumah nenek mendengar suara hempasan cukup keras ke air, mereka kira ada pohon patah, tidak lama kemudian terdengar teriakan minta tolong berkali-kali, langsung saja saudara Masran bergegas menolong bersama istrinya memanggil keluarga dan tetangganya,” terang Ismail, sabtu 02 Januari 2020.
Saat itu kondisi cukup gelap lantaran kejadian sekira pukul 23.30 Wib tengah malam. Dan saat diangkat kondisi korban sangat syok karena tangan kirinya sudah putus akibat gigitan buaya.
“Korban tercebur ke air, lalu di angkat oleh keluarga dan warga setempat. Melihat kondisi korban lukanya cukup parah ada yang panggil ambulan dan tak berselang lama datang kemudian langsung di bawa kerumah sakit,” imbuhnya.
Sebelumnya kasus serangan buaya ini juga terjadi di Desa Ganepo Kecamatan Seranau, Kabupaten Kotim, pada tanggal 20 Desember 2020, dengan korban Aditya (11) yang mengalami luka dibagian pinggang dan kaki akibat gigitan buaya.
Aditya berhasil lolos dari mulut buaya setelah ditolong kedua saudaranya, dengan memukul hewan itu menggunakan kayu dan juga parang.
Melihat belum sampai satu minggu adanya serangan kembali dari reptil ganas itu, Tentunya permasalahan ini harus menjadi perhatian serius oleh Pemerintah Daerah, sebab munculnya buaya ke pemukiman warga diduga akibat habitatnya mulai terganggu.
“Untuk Pemerintah Daerah, marilah kita bersama-sama menghadapi dan memecahkan persoalan ini. Kejadian ini merupakan akibat dan dampak, dari kerusakan alam dan rusaknya ekosistem yang kita alami saat ini,” tegasnya, Komandan Pos Jaga BKSDA Sampit Kalimantan Tengah, Muriansyah.
Ditambah pada bulan Desember sampai Maret merupakan musim bertelur buaya, sehingga aktivitas hewan berdarah dingin tersebut semakin aktif dan lebih agresif.
“Dari catatan kami, Bulan Desember sampai Maret tiap tahun selalu terjadi serangan. Kami minta masyarakat khususnya yang tinggal di pinggiran sungai lebih waspada,” tandasnya.
(Cha/beritasampit.co.id)
.fb-background-color {
background: !important;
}
.fb_iframe_widget_fluid_desktop iframe {
width: 100% !important;
}