Mengutip dari BBC via Merdeka.com, Steven Taylor, dosen dan psikolog klinis di University of British Columbia, dan penulis buku The Psychology of Pandemics, mengatakan bahwa apa itu panic buying didorong oleh ketakutan, dan keinginan untuk berusaha keras memadamkan ketakutan itu, seperti antrian berjam-jam atau membeli jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan. Panic buying membuat orang-orang merasa dapat mengontrol situasi, kata para ahli. Dalam keadaa ini, setiap orang merasa perlu melakukan sesuatu yang mereka anggap sebagai tingkat krisis.
Apa itu panic buying berbeda dengan persiapan bencana. Taylor mengatakan pada kasus angin topan atau banjir, kebanyakan orang berpikir adil tentang barang-barang yang mungkin mereka butuhkan jika terjadi pemadaman listrik atau kekurangan air. Hal ini yang menjadi pijakan perbedaan dari persiapan bencana dengan gejala sosial panic buying.
Apa itu panic buying juga dapat dikatakan sebagai mekanisme alami yang dilakukan oleh manusia untuk merespons keadaan darurat di sekitarnya. Ketika manusia merasa tidak memiliki kontrol atas apa yang terjadi di sekelilingnya, mereka akan berupaya untuk memiliki kendali.
Hal ini sejalan dengan kondisi pada pandemi COVID-19. Merebaknya virus corona di beberapa tempat membuat banyak orang tidak memiliki kendali untuk menghentikan infeksi virus. Oleh karena itu usaha untuk mencegah dengan menggunakan masker dan handsanitizer dirasa lebih dapat mereka kontrol. Hal ini kemudian menjelaskan kenapa jumlah permintaan dua barang tersebut begitu melonjak dan mengalami kelangkaan stok serta kenaikan harga.
Sumber: https://www.liputan6.com/hot/read/5437986/apa-itu-panic-buying-kenali-pengertian-penyebab-contoh-dan-cara-mengatasinya