kaltengonline.com – Selain angka perceraian yang mengalami peningkatan, angka pernikahan pun turut meningkat. Terhitung sejak Januari hingga Oktober 2022, tercatat ada sepuluh ribu pernikahan yang tercatat resmi secara hukum. Berdasarkan data nikah dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Kalteng, terdapat tiga daerah dengan rata-rata angka pernikahan di atas seribu. Yakni Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kotawaringin Barat (Kobar), dan Kapuas (selengkapnya pada tabel).
Koordinator Seksi Kepenghuluan dan Fasilitasi Bina Keluarga Sakinah Bidang Bina Masyarakat Islam Kanwil Kemenag Kalteng H Isnaini mengatakan, pihaknya telah menghimpun data pernikahan yang dikumpulkan dari setiap Kantor Urusan Agama (KUA) di kabupaten/kota se-Kalteng. Berdasarkan data-data itu disimpulkan ada kenaikan jumlah pernikahan dibandingkan tahun sebelumnya.
“Memang tidak terlalu signifikan, tapi ada kenaikan sedikit, kurang lebih belasan ribu sekian, ada naik sedikitlah, karena mungkin ada kelonggaran dari pemerintah untuk aktivitas masyarakat,” ungkap H Isnaini kepada Kalteng Pos, Selasa (20/12).
Dikatakannya, kondisi pandemi yang telah mereda dan adanya kelonggaran aktivitas berdampak pada peningkatan angka pernikahan. Angka pernikahan tahun 2020 dan 2021 tidak setinggi tahun 2022, karena dalam dua tahun itu diberlakukan pembatasan sosial. “Namun sekarang orang sudah bisa beraktivitas dengan lancar, sudah mulai longgar, jadi permohonan nikah agak naik,” tuturnya.
Meski berangsur melandai, tapi hingga saat ini pemerintah belum mengeluarkan keputusan bahwa Indonesia telah bebas dari pandemi. Begitu pun dengan Kalteng. Isnaini mengatakan, aturan pembatasan aktivitas memang sedikit longgar untuk saat ini. Namun masih ada beberapa KUA yang tetap ketat menerapkan protokol kesehatan (prokes) dalam menyelenggarakan acara pernikahan.
“Ada yang masih diterapkan di beberapa KUA, ada juga yang sudah mulai longgar. Jadi pembatasan orang untuk pernikahan itu paling tidak sekitar 10-15 orang saja, sesuai surat edaran dari Dirjen,” bebernya.
Bagi masyarakat yang ingin mengurus pernikahan, lanjut Isnaini, bisa mendatangi KUA untuk menyiapkan berbagai keperluan, seperti surat-menyurat sebagai bagian urusan administrasi.
“Kalau saya kasih gambaran singkat, pengantin mesti menyiapkan data-data terlebih dahulu, seperti KTP, kartu keluarga. Nanti urusannya ke beberapa instansi. lalu menyiapkan blangko-blangko yang nanti disiapkan di KUA, menyiapkan keterangan dari kelurahan, RT, dan RW. Setelah berkasnya lengkap, barulah dibawa ke KUA,” jelasnya.
Insaini menyebut kebanyakan memang para calon pengantin yang biasanya mengurus administrasi ke KUA telah menyiapkan secara lengkap berkas-berkas persyaratan. Namun tak sedikit pula yang urusannya terkendala.
“Rata-rata lengkap saja berkasnya. Paling terjadi perbedaan seperti data domisili tidak sesuai yang tertera pada KTP, jadi mereka mengurus masing-masing sesuai KTP. Bisa juga karena ada yang belum cukup umur, sehingga harus ke pengadilan dahulu untuk urusan dispensasi,” jelasnya.
Tak dimungkiri bahwa tidak sedikit pula masyarakat yang memilih menikah siri, karena tidak perlu mengikuti aturan resmi memalui KUA sesuai prosedur yang ditetapkan negara. Menanggapi hal itu, Isnaini mengatakan, secara hukum lebih baik menikah secara resmi di KUA. Karena data pernikahan pasangan yang menikah secara resmi melalui KUA dipastikan terjamin dokumennya.
“Dengan adanya dokumen itu, segala urusan kan secara resmi tercatat oleh negara. Kalau nikah siri, tidak tercatat, jadi enggak bisa ngurus macam-macam. Umpamanya seperti urusan keberangkatan, pekerjaan, atau usaha dan sebagainya, itu diminta buku nikah, sedangkan nikah siri itu enggak ada buku nikahnya,” jelasnya.
Isnaini menegaskan, bagi masyarakat yang menikah secara resmi, akan lebih mudah mengurus berbagai hal yang memerlukan buku nikah sebagai dokumen persyaratan. Sebaliknya pasangan yang menikah siri justru akan kesulitan.
“Jadi secara hukum memang diwajibkan bagi warga negara untuk menikah sah secara agama dan tercatat oleh negara, seperti pernikahan melalui KUA. Kalau nikah siri, memang sah secara agama, tapi secara negara itu belum tercatat,” tuturnya.
Pelaksanaan pernikahan dapat dilakukan secara resmi dan tercatat di KUA atau di luar KUA. Isaini mengatakan, bagi masyarakat yang ingin menikah, tapi terkendala biaya, dapat menggelar pernikahan di KUA tanpa dipungut biaya. “Nikah di KUA itu gratis,” ucapnya.
Masyarakat juga bisa melangsungkan pernikahan di luar KUA, dikenakan biaya sebesar Rp600 ribu sebagai uang penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Kalau nikah di luar KUA, bayar 600 ribu rupiah, itu dana PNBP, jadi resmi, uang itu masuk dalam PNBP,” bebernya.
Akan tetapi Isnaini tidak menyebut berapa jumlah dana yang terkumpul sepanjang tahun 2022 dari PNBP kawin di luar KUA. Namun ia memastikan bahwa ada data rinci yang memuat perihal uang penerimaan negara tersebut. (dan/ce/ala/ko)
Sumber: https://kaltengonline.com/2022/12/21/angka-pernikahan-tiga-daerah-tinggi/