TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA – Maraknya kasus penelantaran dan pembuangan anak di Kalteng belakangan ini kian sering terjadi. Seperti yang terjadi baru-baru ini di Kota Palangkaraya dan Kabupaten Kotawaringin Timur, menghebohkan jagad duni maya.
Seorang bayi baru lahir lengkap dengan plasenta yang masih menempel ditemukan di depan teras rumah warga, Jalan B Koetin, Kota Palangkaraya.
Bayi perempuan tersebut ditemukan pemilik rumah saat dirinya hendak membersihkan halaman, bayi tersebut terbaring hanya beralaskan baju bewarna merah muda.
Kemudian, di Kelurahan Baamang Hulu, Kotawaringin Timur, warga juga menemukan seorang balita diperkirakan berusia 3 tahun terbaring di semak-semak.
Balita perempuan tersebut mengenakan pakaian dan terbungkus oleh kain, serta diketahui mengalami gizi buruk.
Kejadian tersebut tentu mengundang tanggapan dari Aktivis Perlindungan Perempuan dan Anak, Widya Kumala terkait maraknya penelantaran anak.
“Terkait maraknya penelantaran anak, cukur miris dan sedih artinya disini tidak ada kesiapan orang dewasa menjadi orang tua,” terangnya.
Dirinya mengatakan di mana mereka lupa atau bahkan tidak peduli bahwa anak sejak dalam kandungan sudah dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA).
“Tapi saya rasa tidak mungkin mereka tidak tahu, karena dalam UUPA dijelaskan bahwa anak adalah sejak dalam kandungan sampai berusia 18 tahun,” terang Aktivis Perempuan dan Anak.
Artinya sejak dalam kandungan anak sudah dilindungi oleh UUPA dan memiliki 4 hak dasar.
“Ada pun 4 Hak Dasar yang harus dipenuhi oleh orang tua kepada anak ialah hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan, dan hak partisipasi,” ungkap Widya.
Dirinya pun menjelaskan, apa yang menjadi alasan orang tua melakukan penelantaran dan pembuangan anak.
“Saya rasa banyak faktor, bisa faktor ekonomi sehingga merasa tidak mampu untuk menghidupi anaknya dan faktor ketidaksiapan mempunyai buah hati,” jelas.
Hal tersebut dikarenakan mungkin usianya belum cukup untuk mempunyai anak.
“Kemudian faktor pergaulan bebas, sehingga malu mempunyai buah hati di luar nikah dan banyak faktor lain yang mempengaruhinya,” jelas Widya.
Selain itu, kesiapan pasangan muda dalam berumah tangga, cukup umur kemudian harus siap dalam segala hal.
Baik itu secara mental maupun ekonomi, makanya sebelum menikah ada yang namanya pendidikan pra nikah.
Pada agama Islam maupun dan agama Kristen juga ada bimbingan kesiapan sebelum nikah.
“Kalau di agama Kristen disebut katekasasi, disitu mereka disiapkan mentalnya dalam berumah tangga. Karena berumah tangga ini menyatukan dua pemikiran yang berbeda untuk saling melengkapi perbedaan tersebut,” tutup Widya Kumala. (*)
Sumber: https://kalteng.tribunnews.com/2023/11/03/aktivis-perempuan-dan-anak-tanggapi-maraknya-pembuangan-anak-di-kalteng-faktor-hamil-diluar-nikah